KELUARGA SEBAGAI PILAR UTAMA PEMBENTUK MENTALITAS-MORALITAS-SPIRITUALITAS BANGSA

, , No Comments


KELUARGA SEBAGAI PILAR UTAMA PEMBENTUK

MENTALITAS-MORALITAS-SPIRITUALITAS BANGSA

oleh Nasokhili Giawa


      Harus diakui bahwa sekarang ini sedang terjadi degradasi moralitas dan spiritualitas bangsa.  Hampir di setiap sudut bangsa terdengar kisah yang sangat bertolak belakang dengan hati nurani dan nilai-nilai religi.  Pembunuhan sadis, pembunuhan karakter, pemerkosaan, seks bebas, narkoba, tindakan begal, dll. adalah fenomena kehidupan masyarakat kita. Tentu, hal ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor.  Salah satu faktor pemicu adalah disebabkan oleh mandeknya pendidikan dalam keluarga. Keluarga telah banyak lalai melaksanakan tugas sebagai pintu utama bagi proses pendidikan.

Mengapa Keluarga?
      Berdasarkan definisi umum, keluarga adalah “unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.” Definisi ini menggarisbawahi tentang lingkup dari keluarga yang termasuk kategori unit terkecil. Sebagai unit terkecil ia berperan sebagai pengendali kehidupan yang dipimpin oleh kepala keluarga.  Tampaknya, sosok dan keteladanan dalam keluarga pada zaman sekarang sangatlah langka.  Keretakan rumah tangga, kegagalan perkawinan, perceraian yang semakin menjadi-jadi merupakan bagian yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi positif untuk membentuk mental, moral, dan spiritualitas anak bangsa. Sosok sebagai teladan dalam rumah tangga sangat minus. Sosok kepala keluarga yang ideal juga minus.

Karakter Bangsa
Sebuah buku yang ditulis oleh Ratna Megawangi yang berjudul “Semua Berakar pada Karakter: Isu-Isu Permasalahan Bangsa” menarik untuk disimak.  Buku ini merupakan catatan lepas dalam rubrik opini Titik Pandang di harian “Suara Pembaruan” tahun 2001-2005 tetapi masih sangat relevan sampai sekarang.  Salah satu keprihatinan penulis adalah tentang karakter bangsa.  Dalam hal karakter bangsa, ia mengutip analisis dan pemikiran Thomas Lockona, profesor pendidikan dari Cortland University yang menyatakan bahwa ada tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena kalau tanda-tanda itu sudah ada, sebuah bangsa akan menuju jurang kehancuran.  Secara spesifik, penulis membeberkan tanda-tanda yang diungkapkan oleh Thomas Lockona yaitu: 1. meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; 2. penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk; 3. pengaruh peer-group yang kuat dalam tindakan kekerasan; 4. meningkatnya perilaku yang merusak diri (narkoba, seks bebas, dan alkohol); 5. semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6. penurunan etos kerja; 7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru; rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; 9. ketidakjujuran yang begitu membudaya; 10. rasa saling curiga dan kebencian di antasa sesama (hlm. 57). Kondisi ini sedang mengemuka dan sedang menunjukkan taringnya di bumi pertiwi.  Terjadinya dekadensi moral pada generasi muda adalah cerminan dari krisis karakter dari seluruh bangsa. Karena itu, salah satu solusi untuk mengatasi kondisi ini adalah pembentukan karakter bangsa yang dimulai dan dibekali dalam rumah tangga/keluarga.
Pentingnya Pendidikan
Salah satu fungsi keluarga dalam perspektif pendidikan adalah sebagai tempat bagi penanaman nilai-nilai positif bagi kehidupan, pengembangan, dan pemantapan keterampilan, tingkah laku dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-fungsi lain.

      Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.  Tanpa pendidikan, manusia tidak mungkin berperadaban atau tidak mungkin berkebudayaan.  Pengetahuan dapat bertambah karena melalui proses pendidikan baik pendidikan formal (resmi), informal (keluarga, lingkungan, teladan), maupun non formal (kursus).  Melalui pendidikan, manusia bisa mengembangkan kemampuan imajinasi menjadi kenyataan.

      Mengingat begitu pentingnya pendidikan, melalui jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menekankan tentang tujuan pendidikan. Pada pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Diharapkan melalui rumusan tujuan pendidikan nasional ini memberikan arah bagi pendidikan yang baik dan relevan untuk menjawab kebutuhan konteks Indonesia.  Hanya saja, yang terlihat selama ini justru sangat jauh dari cita-cita ideal bangsa.  Di mana-mana ditemukan hal-hal yang kontras dengan tujuan pendidikan. Degradasi mentalitas-moralitas-spiritualitas anak bangsa sangat terasa memilukan dan memalukan.  Perilaku koruptif di luar aturan main menjadi hal yang seakan-akan dilegitimasi.  Semua mengatasnamakan kebenaran dan hukum. Semua mencari pembenaran. Semua mencari kambing hitam, dsb.

Pendidikan Berbasis Keluarga
      Kitab Suci Alkitab memberi landasan yang kuat tentang pendidikan.  Secara detail dijabarkan bagaimana pendidikan itu berlangsung. Dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru dijabarkan bahwa pendidikan harus berlandaskan kebenaran yang dimulai dari rumah tangga.  Secara khusus Perjanjian Lama menyatakan urgensi dari pendidikan dalam rumah tangga dengan menyatakan, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:6-7).  Kebenaran ini dijelaskan dan diulangi lagi pada pasal 11:19 tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga.  Dalam surat rasul Paulus kepada Timotius menyatakan, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (II Timotius 3:15-16).  Karena itu, pendidikan berbasis keluarga adalah jawaban bagi terjadinya revolusi mental-moral-spiritual bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar