SEMUANYA TIDAK JELAS
 Oleh Pdt. Nasokhili Giawa  
Mengenal abjad di alam kemahiran: a, b, c  hingga z
Merangkai kata membentuk kalimat
Memoles alinea membentuk ide-ide ...
Ide tinggal ide .... Semuanya tidak jelas ...

Membaca-membaca, memilah-memilah
Mengaitkan isi membentuk nilai
Menggumpal tanpa mengalir
Tersendat tidak berujung ... Semuanya tidak jelas ...

Menulis-menulis, mengonsep-mengonsep
Mengernyitkan jidat menaikkan bibir
Melabuhkan mata menatap jauh
Melihat tanpa melihat ... Semuanya tidak jelas ...

Berpidato dari ujung ke ujung
Merangkai kata tinggi sampai ke rendah
Merangkai bahasa ilmiah membocorkan bodoh
Melayang jauh melanglang buana tanpa mendarat ... Semuanya tidak jelas ...

Kapankah jelasnya? Saya pun tidak tahu
Salam dari saya, dari yang kurang jelas ini ...



Senin, 17 September 2012
BAGAIMANAKAH KEPEMIMPINAN KRISTEN ITU BERPROSES[1]
Oleh Nasokhili Giawa[2]

        Kepemimpinan adalah kenyataan yang tidak dapat diabaikan karena kebutuhan semua orang.  Karena kepemimpinan merupakan kebutuhan semua orang dan bersifat urgen, mau tidak mau – suka ataupun tidak suka, akan digiring untuk menetapkan sikap pada dua pilihan yaitu: dipimpin atau memimpin.  Setiap orang memiliki peluang yang sama.  Tentu, dalam perspektif kepemimpinan mana pun, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.  Kualitas hubungan timbal balik yang mutual antara pemimpin yang yang dipimpin (followers) ditentukan oleh sejauhmana memahami peran dan fungsi masing-masing pihak.
Banyak definisi dan rumusan tentang kepemimpinan.  Mulai dari definisi sederhana sampai pada definisi kompleks.  Pada prinsipnya, semua definisi kepemimpinan manapun juga bermuara pada unsur pengaruh sehingga kepemimpinan adalah hal mempengaruhi untuk sesuatu tujuan. Namun, jangan sampai salah interpretasi – karena tidak semua pengaruh adalah kepemimpinan.
Alan E. Nelson dalam bukunya “Spirituality & Leadership” (Kerohanian dan Kepemimpinan) menyatakan bahwa “Kepemimpinan adalah proses sosial di mana orang-orang mempengaruhi individu-individu sehingga mereka dapat mengatur dan membantu orang-orang itu mencapai apa yang tidak dapat dicapai kalau tidak demikian.”[3]  Definisi ini menggarisbawahi tentang, Pertama, kepemimpinan menggumuli hubungan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.  Kedua, kepemimpinan tidak begitu menekankan pada apa yang dicapai, tetapi pada bagaimana hal itu dicapai.  Upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai sasaran dapat melalui kinerja individu, proses pengelolaan, atau sarana-sarana yang disiapkan dengan sengaja.  Ketiga, tokoh sentral dalam kepemimpinan adalah pemimpin.  Pemimpin adalah orang yang mampu melihat dan mengemukakan visi, melakukan perubahan dengan cara menyelaraskan orang-orang dengan sumber daya, dan mengatur orang-orang maupun sistem-sistem untuk mencapai sasaran secara terintegrasi.
Percakapan tentang kepemimpinan tetap menjadi topik menarik dan tetap relevan di sepanjang zaman dan waktu.  Tentu, topik ini sangat luas karena kajiannya kompleks.  Saya ingin mendekatkan penalaran kita pada bagaimana kepemimpinan Kristen dari sudut pandang praktis.  Ada tiga unsur yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan topik ini, Pertama, Siapakah Pemimpin dalam Kepemimpinan Kristen itu?  Kedua, Bagaimana Karakter Dasar bagi Kepemimpinan Kristen? Ketiga, Bagaimana Kepemimpinan Kristen itu Berproses yang dirangkai dengan Konklusi.
I.     Siapakah Pemimpin dalam Kepemimpinan Kristen itu?
Ketika mendefinisikan tentang siapa pemimpin itu, tentu banyak jawaban yang disertai dengan sejumlah alasan.  Benny J. Iskandar dalam bukunya yang berjudul, “Management According to the Bible” menyatakan bahwa pemimpin adalah “Seseorang yang mempunyai wewenang dan kuasa dengan mengarahkan dan mempengaruhi secara kreatif, emosional, dan rasional yang terbuka, kepada para pengikutnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan organisasi demi tercapainya sasaran, pengembangan organisasi dan tujuan akhir di masa depan”.[4]  Bagi Dr. Eka Darmaputera, pemimpin dalam konteks teologis adalah TUHAN (huruf besar).  Ia memastikan bahwa “God is the Leader, not merely a leader.”[5]  Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa seluruh konsep kepemimpinan Kristen bertumpu pada asas yang satu ini.  Sebab kita hanya mempunyai SATU PEMIMPIN saja, yaitu DIA, dan DIA-lah satu-satunya yang mutlak, maka yang lain pun menjadi relatif, tidak ada yang mutlak.  Yang lain adalah pemimpin-pemimpin yang dalam huruf kecil.  Artinya, yang menjadi pemimpin bukan oleh karena otoritas yang berasal dari diri sendiri, melainkan dari Dia semata-mata.  Paparan substantif ini, ditegaskan oleh firman Allah bahwa “Tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah” (Roma 13:1).[6]  Karena itu, bila pemimpin Kristen (yang bersifat subordinatif terhadap Sang Pemimpin Agung) mendahulukan hak dan wewenang, pada hakikatnya telah merampas apa yang sebenarnya menjadi hak prerogatif Tuhan.
Secara filosofis, Dr. J. Robert Clinton mengemukakan pendapatnya sebagaimana dikutip oleh Dr. Yakob Tomatala yang menyatakan bahwa kepemimpinan ialah “suatu proses terencana yang dinamis melalui suatu periode waktu dan situasi (suatu atau berbagai situasi) yang di dalamnya pemimpin menggunakan: perilaku (pola/gaya) kepemimpinan yang khusus dan sarana serta prasarana kepemimpinan/sumber-sumber untuk memimpin (menggerakkan/mempengaruhi) bawahan (pengikut-pengikut) guna melaksanakan tugas/pekerjaan (menyelesaikan tugas) ke arah (dalam upaya pencapaian tujuan) yang menguntungkan (membawa keuntungan timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan serta lingkungan sosial di mana mereka ada/hidup.[7]” Hal urgen dalam paparan Clinton adalah perencanaan yang dinamis di dalam proses dan waktu dengan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Tanda utama sebagai seorang pemimpin Kristen, telah menyadari bahwa ia terpanggil khusus berdasarkan kehendak Allah yang berdaulat.  Karena itu, definisi pemimpin Kristen menurut Dr. J. Robert Clinton dan diimpruvisasi oleh Dr. Yakob Tomatala menyatakan, “Pemimpin Kristen adalah seseorang yang telah dipanggil Allah sebagai Pemimpin (pilihan-Nya) yang ditandai oleh: kapasitas memimpin dan tanggung jawab pemberian Allah untuk memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja) guna mencapai tujuan-Nya bagi dan melalui kelompok ini.”[8]  Definisi ini mengingatkan kita bahwa jangan pernah menyatakan dan memproklamasikan diri sebagai seorang pemimpin bila tidak memastikan tanda dari Sang PEMIMPIN Agung bahwa kita layak menjadi pemimpin.  Pemimpin yang layak memimpin adalah mereka yang melakukan tugas dengan kualitas dari unit-unit terkecil yang menghasilkan rekaman jejak (track records) yang membahana.

II.    Bagaimana Karakter Dasar bagi Kepemimpinan Kristen?
Yang mencirikan kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang diwarnai dan dilandaskan oleh ajaran, nilai, dan prinsip-prinsip Kristen.  Sehubungan dengan ciri khas dalam kepemimpinan Kristen ini, Jonathan L. Parapak mengemukakan secara gamblang bahwa “Pemimpinnya haruslah seorang Kristen dan itu berarti komitmen mengikut Yesus Kristus dan meneladani kepemimpinan Yesus.  Visinya adalah visi penyelamatan, visi transformasi, visi pemeliharaan, visi kasih, visi pemberdayaan, dan visi kekekalan.  Strateginya adalah strategi pemberdayaan, penyelamatan, dan pembaruan. Sistem nilai, ajaran, dan prinsip-prinsip kristiani menjadi pegangan, landasan, acuan, dan arahan utama dalam memilih pola komunikasi, termasuk skenario yang akan digelar.” Semua karakter ini merupakan bagian yang perlu dihadirkan dalam kepemimpinan.
Untuk mewujudkan idealisme yang telah dikemukakan, tidak berarti berjalan tanpa hambatan atau tanpa interupsi.  Di sinilah diperlukan hikmat Allah dengan mengintegrasi segala bentuk kecerdasan yang dibangun atas kepemimpinan Yesus Kristus.  Karakter dan gaya kepemimpinan Yesus Kristus menjadi sumber inspirasi karena Ia menggunakan heart, head, dan hands untuk menggumuli perjumpaan kepemimpinan-Nya dengan dunia nyata. 

III.   Bagaimanakah Kepemimpinan Kristen itu Berproses?
Bila mempertanyakan apa dan bagaimanakah kepemimpinan Kristen itu berproses, tentu tidak akan beranjak dari Alkitab itu sendiri.  Alkitab adalah sumber utama – sumber inspirasi – standar bagi berlangsungnya kepemimpinan.  Tentu saja, tokoh sentral dan teladan bagi kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan Yesus Kristus yang menyatukan segala keperbedaan menjadi satu kesatuan yang kukuh dalam semangat kebersamaan.
Ketika kita mengkritisi secara jujur bahwa kepemimpinan yang sering dipertontonkan oleh para pemimpin (yang notabene pemimpin Kristen) tampaknya sangat jauh dari apa yang diharapkan – jauh dari apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang berbasiskan pada kepemimpinan hamba (servant leadership).  Terasa adanya diskontinuitas, diskoneksi antara teori pada level mimbar dan praktik pada tataran lapangan.  Hal ini merupakan keprihatinan semua pihak.  Pada sisi ini, saya setuju dengan pernyataan Dr. Eka Darmaputera ketika melihat ulah banyak pemimpin tetapi sesungguhnya tidak memimpin.  Ia mengungkapkan keprihatinannya secara terbuka dengan menyatakan, “Menatap itu semua, saya meratap.  Meratap, terutama karena yang saya ratapi itu ternyata tidak meratap.  Seolah-olah, bagi mereka, apa yang mereka lakukan itu lumrah semata ... Pendeta (sebagai pemimpin umat, pen.) memperdayai umat, penginjil sebagai duta berdagang Injil.”[9]   Kritikan pedas berbasis koreksi yang dikemukakan oleh Dr. Eka, mengingatkan para pemimpin Kristen – kita semua – betapa pentingnya menyadari diri sebagai pemimpin umat yang memiliki karakter seperti karakter yang dibangun oleh Yesus Kristus.  Ia meng-hamba bukan me-nuan (tuan)/meraja, Ia melayani bukan dilayani, Ia membagi bukan dibagi, Ia memberi bukan diberi.  Ini sesungguhnya sifat khas yang perlu disikapi dan diejawantahkan ketika kepemimpinan itu berlangsung.

Konklusi
        Kepemimpinan Kristen berproses tidak terlepas dari kepemimpinan yang dibangun di dalam dan atas dasar kepemimpinan Yesus Kristus.  Alasan utama adalah karena kepemimpinan Yesus Kristus adalah kepemimpinan yang mampu menjawab kebutuhan konteks dan hal itu sangat relevan dengan kebutuhan di akhir zaman ini.  Banyak pemimpin tampil tanpa memimpin.  Banyak pemimpin bermunculan tanpa menggunakan hati nurani dan akal budi yang sehat.  Kadang di luar nalar/logika.  Gaya kamuflase, penyamaran, dan berbagai bentuk kekhasan kemunafikan ala orang Farisi pun semakin menunjukkan tanda-tanda mengkuatirkan.  Karena itu, selamat menggumuli untuk menjadi pemimpin berkualitas yang mampu menghadirkan identitas kehidupan Kristen yang original dalam pandangan Allah, hingga pada saatnya ada pujian yang menyatakan, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaKu yang setia ...” (Lukas 19:17).



[1]Catatan lepas.
[2]Dosen Tetap/Wakil Ketua II STT Jaffray Jakarta Periode 2011-2016 dan Dosen Tidak Tetap di beberapa Sekolah Tinggi Teologi yang terakreditasi.
[3]Alan E. Nelson, Spirituality and Leadership: Kerohanian dan Kepemimpinan, Bandung: Kalam Hidup, 2007, hlm. 34.
[4]Benny J. Iskandar, Management According to the Bible: Manajemen Alkitabiah, Jakarta: Kalam Indah Publishing, 2009, hlm. 64-65.
[5]Eka Darmaputera, Kepemimpinan Kristiani: Kepemimpinan dari Perspektif Alkitab, Jakarta: 2003, Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta, 2003, hlm. 3.
[6]Ibid, hlm. 3-4.
[7]Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis, Jakarta: YT Leadership Foundation, 1997, hlm. 29.
[8]Yakob Tomatala, Ibid., hlm. 45.
[9]Eka Darmaputera, Ibid., hlm. 3.
KATA 'nilai' dapat diartikan sebagai harga yang berkenaan dengan kualitas: isi, kadar atau mutu. Nilai hidup dalam Kristus berarti kualitas hidup di dalam Yesus Kristus terutama setelah menerima anugerah keselamatan. Kita bernilai disebabkan oleh karya Kristus. Kita dapat bernilai karena pengorbanan Kristus bagi kita. Nilai hidup kita di hadapan Kristus sangat berharga. Karena itulah, Alkitab menyebutkan bahwa kita berharga dan mulia di mata-Nya - Yesaya 43:4.


Berdasarkan firman Allah di dalam Efesus 1:3-14 memaparkan banyak hal tentang nilai hidup yang merupakan kekayaan orang yang percaya kepada-Nya. Apa saja nilai hidup kita tersebut?

1. Telah memilih kita sebelum dunia dijadikan - Efesus 1:4
Pemilihan (predestinasi) Allah atas kita merupakan hak istimewa. Sebagai hak istimewa, kita dipilih sebelum dunia dijadikan. Artinya, sebelum dunia ini diciptakan oleh Allah, kita sudah diciptakan dan dibentuk dalam rencana-Nya. Bahkan terjemahan Yunani "pro kataboless kosmou" dapat diterjemahkan dengan kalimat "sebelum membentuk dasar alam semesta, kita telah dipilih". Tentu saja, dipilih dan dijadikan menurut gambar dan rupa Allah dengan tujuan supaya kita: pertama, kudus; kedua, tidak bercacat di hadapan-Nya.
2. Telah menentukan kita dari semula - Efesus 1:5
Penetapan Allah terhadap status kita sebagai anak-anak-Nya adalah ketetapan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini telah dirancang dan ditentukan dari semula dengan tujuan untuk: pertama, memperoleh penebusan/pengampunan dari dosa melalui darah-Nya; kedua, memperoleh hikmat dan pengertian; ketiga, mendapatkan rahasia dan kerelaan kehendak-Nya; keempat, mendapatkan bagian yang dijanjikan menurut keputusan kehendak-Nya bagi kemuliaan-Nya. Semua hal ini merupakan kekayaan yang dikerjakan oleh Kristus bagi orang yang percaya kepada-Nya.

3. Telah memeteraikan hidup kita dengan Roh Kudus - Efesus 1:13
Sebagaimana kesaksian Alkitab, bahwa sebelum Yesus Kristus naik ke surga, Ia berjanji untuk tidak meninggalkan murid-murid-Nya sebagai yatim-piatu. Yesus Kristus menjanjikan kehadiran Roh Kudus. Roh Kuduslah berperan untuk menghibur, untuk menegur dan menginsafkan, serta untuk meneguhkan mereka. Dalam Efesus 1:14 disebutkan bahwa Roh Kudus adalah jaminan bagi kita sampai memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah. Sumber: khotbah Pdt. Nasokhili Giawa, M.Th.

“Menjunjung Integritas dalam Membangun Peradaban Toleran di Tengah-Tengah Konteks Pluralitas”.

Senyum Sumringah memancar dari wajah-wajah nan bahagia.  Bertahun-tahun mereka bergelut dengan buku, hari ini menjadi titik puncak nan menggembirakan.  Gelar sarjana menjadi penanda raihan belajar mereka.    

Sejumlah 43 mahasiswa Sekolah Tinggi Theologi Jaffray Jakarta hari ini (19/01) diwisudakan.  Terdiri dari 21 Sarjana, Jurusan Teologi atau pendidikan Agama Kristen (PAK) dan 22 Program Magister, Jurusan Teologi atau PAK.  Dari antara 43 wisudawan-wisudawati terdapat 4 orang yang mendapat predikat cum laude masing-masing 2 orang dari Program Sarjana (Solagratia Christine Hia, S.Th. dan Suniati Harefa, S.Pd.K.) serta 2 orang dari mahasiswa Program Pascasarjana (Hilton Fakta Gemar Sarumaha, M.Th. dan Meliasa Lahagu, M.Pd.K.).

Wisuda Sarjana ke-32 dan Pascasarjana ke-26 Sekolah Tinggi Theologi Jaffray Jakarta Tahun 2015 ini menggambil Tema “Menjunjung Integritas dalam Membangun Peradaban Toleran di Tengah-Tengah Konteks Pluralitas”.  Tema sama yang diuraikan dengan begitu jelas dan gamblang oleh Ketua STT Jaffray Jakarta Dr. Yakob Tomatala dalam penyampaian Orasi ilmiahnya.   Tema ini, menurut Dr. Tomatala, merupakan rangkaian gagasan konseptual mendasar berkelanjutan yang menegaskan bahwa hanya mereka yang berintegritaslah yang dapat menjadi pilar-pilar untuk membangun peradaban yang toleran. 

Lebih lanjut, Dr. Tomatala  menyatakan, bahwa “keharusan bertoleransi ini”  juga memperlihatkan bahwa panggilan Allah bagi gereja-Nya untuk bertoleran terhadap sesama sebagai bagian tidak terpisahkan dalam mewujudkan misi-Nya.  Dalam perspektif “misiologis” keharusan bertoleransi ini merupakan urgensi kekinian yang menempati urutan prioritas bagi Gereja yang sedang terutus oleh Tuhan ke dalam dunia (Yohanes 17:18; 20: 21).  Wisuda yang mengetengahkan upaya mendukung pembangunan peradaban toleran ini, dapat dianggap sebagai nesesitas (necessity) atau keharusan panggilan.

Wisuda yang digelar di Gedung Gereja Kemah Injil Indonesia, Jakarta Pusat, Jl. Jambrut No.24, Senen, Kota Jakarta Pusat, juga dihadiri perwakilan dari gereja-gereja mitra, khususnya Gereja Kemah Injil Indonesia, sebagai penyelenggara STT Jaffray Jakarta.  Dalam sambutannya, Ketua Umum Gereja Kemah Injil Indonesia, dibacakan Sekretaris Umum, Pdt. Sebinus Luther, M.Th. berharap besar  wisudawan dan wisudawati kelak menjadi pribadi hamba Tuhan yang berintegritas dan terutus sebagai pribadi yang solider dan siap untuk hidup bertoleransi dengan segenap anak bangsa di mana saja Tuhan tempatkan. 
Hadir pula Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama RI, Dr. Oditha Hutabarat. Di Hadapan seluruh Civitas Akademika Stt Jaffray Jakarta, Dr. Oditha menyampaikan harapan dan doa, kiranya Tuhan, Sang Raja Gereja yang membimbing dan menguatkan serta memberi kemampuan kepada para wisudawan-wisudawati dalam mengemban tugas mulia yang telah menanti untuk menjadi pemimpin yang cerdas tetapi dapat melayani sesuai dengan kemajemukan dan konteks masyarakat Indonesia.

STT Jaffray Jakarta dan Keunikannya

STT Jaffray Jakarta berdiri atas visi dan prakarsa Dr. Robert A. Jaffray (misionaris The Christian and Missionary Alliance) yang menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar pelayanannya di Indonesia.  STT Jaffray Jakarta dimulai pada tanggal 6 Februari 1984 oleh Dr. Yakob Tomatala dan oleh anugerah Tuhan, saat ini, mahasiswa aktif STT Jaffray Jakarta berjumlah 150 yang berasal dari berbagai denominasi gereja di Indonesia bahkan dari luar negeri.  Sejak kelahirannya sampai acara wisuda tahun 2015 ini telah menamatkan sebanyak 1270 alumni yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, dan Australia. 
Program Sarjana dan Pascasarjana STT Jaffray Jakarta Terakreditasi pada BAN PT dan pada DBK Kementerian Agama RI.
Visi STT Jaffray Jakarta adalah menjadikan STT Jaffray Jakarta mandiri dalam pendidikan teologi alkitabiah, kontekstual dalam penelitian, dan holistik dalam pengabdian masyarakat. STT Jaffray Jakarta mengutamakan keandalan akademik, integritas karakter, dan keunggulan kompetensi lulusan.
(Pdt. Nasokhili Giawa/Wakil Ketua II STT Jaffray Jakarta)
Editor: Slawi