BELAJAR
DARI KEKAYAAN JEMAAT SMIRNA
Wahyu 2:8-11
oleh Nasokhili Giawa
Introduksi
Kitab Wahyu memuat tentang penglihatan-penglihatan Yohanes
ketika ia berada di pulau Patmos. Ia
dapat melihat kondisi jemaat-jemaat di Asia kecil secara hati; sekalipun tidak
melihat secara mata jasmani. Salah satu
yang dilihat secara hati tersebut adalah jemaat di Smirna yang memiliki
kekayaan rohani yang patut diteladani; suatu kekayaan yang bernilai kekal.
Kekayaan yang dapat ditularkan kepada orang lain. Saudaraku, apa kekayaan jemaat
Smirna tersebut?
I. Kekayaan dalam Perbuatan Baik (ay. 8-9)
Jemaat Smirna dibedakan dengan jemaat Iblis (Satana/Musuh).
Jemaat Smirna penuh dengan kebaikan. Zaman
sekarang, kita sedang dihajar dengan kampanye kebencian seperti yang
dipraktikkan oleh para teroris sekelas ISIS, sekelas haters2 Pak Ahok, Pak
Jokowi, Ibu Risma, Pak Ridwan Kamil. Kita dihajar oleh bom bunuh diri, dsb. [Entah
apa yang ada di dalam hati mereka sehingga mereka senang kematian sebelum
waktunya]. Kita dihajar dengan perilaku koruptif; perceraian; perilaku seks
bebas; pelecehan seksual, dsb. Kita dihajar oleh ajaran-ajaran sesat seperti
yang dilakukan oleh kaum LGBT yang baru2 menjadi trend topic media umum maupun Kristen apalagi pasca dikeluarkannya
surat pastoral PGI. Kita dihajar dengan teologi kemunafikan ala orang-orang
Farisi yang telah menjalar ke dalam sendi-sendi kehidupan kekristenan. Kita dihajar oleh kebohongan2 agamis,
kebohongan2 rohaniah, dsb. yang disebut sebagai jemaat Iblis (ay. 9). Pengamatan
saya bahwa terlalu kaku praktik hidup beragama; terlalu kaku praktik hidup
bergereja. Padahal, praktik hidup beragama dan bergereja itu adalah berbuat
kebaikan, berbuat kebajikan terhadap sesama [ingat 6 tetangga yang berikan
ketupat tahun ini – meningkat dari tahun lalu]. Begitu sederhana. Senyum dan
mengulurkan tangan adalah bagian dari kebaikan. [Ingat slogan GKII Vila Mahkota
Pesona, Bekasi: Senyum, Sapa, Simpati]. Ingat orang Samaria dalam Lukas 10;
Keempat orang penggotong orang lumpuh dalam Markus 2; Yesus Kristus dengan
contoh2 konkrit -- telah memperkaya kita dengan cara bagaimana berbuat baik
itu. Apakah kita sedang kaya dalam perbuatan baik atau sangat miskin?
II. Kekayaan dalam Stamina Menghadapi Penderitaan
(Yun. Paskhoo) - (ay. 9-10)
Dalam firman Allah yang telah kita baca, kita dapat menyaksikan
pujian yang dialamatkan kepada jemaat Smirna [memuji itu penting; memuji dengan
jujur]. Pujian tersebut disebutkan di dalam ayat 9 yang menyatakan bahwa mereka
kaya secara rohani sekalipun dalam sejarah peradaban mereka pernah mengalami
serangkaian penderitaan antara lain perampokan, kebakaran, dan kehancuran. Kondisi ini tidak membuat mereka putus asa.
Tidak membuat mereka patah semangat. Salah satu negara yang saya kagumi di muka
bumi ini adalah Jepang. [Pengalaman bom
nuklir di Hiroshima dan Nagasaki tahun 45 saat PD kedua; pengalaman gempa bumi
dan tsunami selama bertahun-tahun; tidak membuat mereka cengeng. Justru menjadi
cambuk untuk maju]. Jemaat di Smirna mungkin agak berbeda dengan Jepang. Namun,
ada kesamaannya yaitu dengan stamina pengharapan yaitu mereka tetap teguh
berjuang untuk bangkit. Potensi penderitaan mengiring Tuhan pasti ada. Mungkin
tingkat penderitaan/kesusahan kita berbeda-beda. Namun, Allah yang disebut Yang
Awal dan Yang Akhir itu berjanji akan memberikan jalan keluar. Seberapa strong kualitas stamina kita menghadapi
penderitaan?
III. Kekayaan dalam Kesetiaan (Pistos) - (ay. 10-11)
Nasihat Yang Awal dan Yang Akhir (Yesus Kristus) kepada jemaat
Smirna dan kepada kita hari ini agar setia sampai mati (Yun: thanatos).
Mendengarkan Tuhan dan nasihat-Nya dengan setia. Saudaraku ... zaman sekarang
begitu langka orang yang setia. Susah mendapatkan orang yang setia. Namun,
Tuhan mau menyadarkan kita agar kita tetap setia sampai mati. Setia kepada
Tuhan Yesus sampai mati. Setia kepada pasangan masing-masing sampai mati. Setia
kepada Tuhan melalui gerejanya. Setia beribadah di GKII Ekklesia. Setia
mengabdi di mana kita ada sekarang. Saya
berani berkhotbah tentang kesetiaan karena sedang ada dalam rel kesetiaan. Saya
berada di GKII Ekklesia dan STTJJ sejak Oktober 1990 dan setia sampai sekarang.
Beberapa orang pendahulu telah berpindah hati karena kualitas kesetiaan mereka yang
tergolong rendah. Saya yakin bahwa
jemaat GKII Ekklesia tetap setia beribadah kepada Tuhan; apapun kondisinya.
Tuhan berfirman bahwa orang yang kaya dalam kesetiaan, ia akan menikmati akhir
kehidupan yang penuh kemenangan bahkan ada jaminan bahwa pada saat kematian
kedua tidak lagi menjadi sumber ketakutan. Rasul Paulus menyatakan, “Bagiku hidup
adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”.
Pengenalan dan kesetiaannya kepada Kristus membuatnya berbahagia
walaupun kematian menjadi taruhan.
Bagaimana kualitas kesetiaan kita?
Konklusi
Saudaraku, apa kekayaan kita sebagai umat Allah? Pertama, kekayaan dalam perbuatan baik; Kedua, kekayaan dalam stamina menghadapi
penderitaan; Ketiga, kekayaan dalam
kesetiaan sampai mati seperti yang dicontohkan oleh Yesus Kristus bagi kita.
0 komentar:
Posting Komentar